Riset International Data Corporation (IDC) mengindikasikan terdapat perubahan dalam kebutuhan konsumen untuk beralih ke perangkat ponsel dengan spesifikasi yang lebih canggih dari waktu ke waktu. Hal itu demi mendapatkan pengalaman konektivitas, hiburan, produktifitas, dan permainan yang lebih baik.
Data IDC menunjukkan pangsa pasar smartphone kelas menengah atau yang harganya di kisaran US$200 hingga US$400, setara Rp2,68 juta-Rp5,36 juta (asumsi kurs Rp13.400 per dolar AS) pada kuartal II 2017 melonjak signifikan menjadi 28 persen dari total penjualan smartphone yang mencapai 7,9 juta unit.
Padahal, dalam periode yang sama tahun lalu, pangsa pasar smartphone kelas menengah hanya 13 persen.
Kenaikan pangsa pasar juga terjadi pada penjualan smartphone kelas atas (high-end) atau yang harganya di rentang US$400 sampai US$600 (Rp8,04 juta) dari 1 persen menjadi 3 persen.
Sementara, pangsa pasar ponsel yang harganya kurang dari US$100 (Rp1,34 juta) melorot dari 43 persen menjadi 26 persen.
Makin gurihnya bisnis telepon pintar, membuat produsen berlomba-lomba meciptakan produk baru. Hal itu menyuburkan tren gonta ganti smartphone di masyarakat.
Sayangnya, semakin pintar telepon genggam, semakin mahal harganya. Bahkan, beberapa jenis teranyar harganya bisa mencapai belasan juta. Padahal, penghasilan milenial kebanyakan masih ada di level satu digit.
Guna menyiasatinya, pembeli ponsel harus cerdas. Bagaimana caranya?
Pendiri Tatadana Consulting, Tejasari Asad mengungkapkan, idealnya, penggantian ponsel seharusnya dilakukan saat perangkat yang dimikiki rusak bukan dari godaan keluarnya model baru.
|
"Kalau punya uang tunai beli. Kalau tidak punya uang tunai sebaiknya jangan beli," tutur Tejasari saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (29/8)
Namun, bagi sebagian orang, dorongan untuk mengganti handphone tak bisa ditahan. Alasannya bisa beragam, mulai dari ingin mengikuti tren, memamerkan status sosial, hingga sebagai media untuk aktualisasi diri.
Karenanya, skema pembayaran dengan cara cicilan bisa menjadi pilihan. Tejasari menilai, dengan mencicil, konsumen bisa membagi pengeluarannya ke masa depan.
"Uang yang tadinya digunakan untuk seluruhnya membayar pembelian smartphone bisa dialihkan untuk hal lain seperti investasi atau menabung," ujarnya.
Yang perlu diperhatikan, lanjut Tejasari, pilihlah cicilan dengan bunga nol persen. Dengan demikian, konsumen bisa lebih tepat dalam mengalokasikan anggaran cicilan per bulan berdasarkan jangka waktu pelunasan kredit.
Kedua, Tejasari juga menyarankan agar tidak mengganti perangkat jika cicilan perangkat yang dimiliki belum lunas.
Artinya, tanggungan cicilan juga bisa menjadi penahan godaan untuk mengganti perangkat, setidaknya hingga cicilan yang dibayarkan lunas.
"Kalau bisa, jangka waktu cicilannya yang panjang saja sehingga waktu beli smartphone yang berikutnya juga lebih panjang," jelasnya.
Promo Cicilan
Chief External Affairs PT Home Credit Indonesia Andy Nahil Gultom mengungkapkan tren pembiayaan pembelian ponsel terutama smartphone terus meningkat setiap tahunnya.
Selain karena pendapatan masyarakat yang terus meningkat, melonjaknya penjualan smartphone juga berkat semakin banyaknya promo cicilan dan promo itu tidak hanya ekslusif bagi pengguna kartu kredit.
Proses pengurusan pembiayaan untuk pembelian ponsel juga cepat. Bagi konsumen yang penghasilannya pas-pasan, skema cicilan membuat konsumen tidak harus mengorbankan alokasi dana untuk kebutuhan yang lain dalam satu waktu.
Selain itu, senada dengan Tejasari, Andy menilai konsumen juga banyak yang memanfaatkan promo cicilan dengan alasan bunga nol persen.
"Kalau bunganya nol persen, mending dicicil. Uangnya kan bisa digunakan untuk yang lain," ujarnya. (gir)
Baca Kelanjutan Siasat Membeli Smartphone untuk Generasi Millennial - CNN Indonesia : http://ift.tt/2x0tFT4
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Siasat Membeli Smartphone untuk Generasi Millennial - CNN Indonesia"
Post a Comment